Pendahuluan
Secara garis besar sumberdaya
hayati dapat ditemukan pada beberapa wilayah seperti pesisir, sungai, danau
atau bagian perairan laut dalam. Terdapat sekitar 3 milyar manusia hidup di
sekitar wilayah-wilayah yang kaya sumberdaya hayati dan memiliki ketergantungan
pada sumberdaya hayati tersebut, baik untuk sebagian ataupun keseluruhan dari
kebutuhan bahan makanannya atau sebagai bahan mentah bagi kegiatan industri.
Sebagai konsekuensi dari keadaan ini adalah kebanyakan limbah, industri maupun
rumah tangga, dan berbagai jenis perubahan dalam ekosistem serta kerusakan
habitat yang ditimbulkan oleh tingginya populasi manusia di sekitar
wilayah-wilayah produktif tersebut.
Potensi wilayah pesisir dan
lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Nusantara
seluas 2,8 juta km2 , Laut Teritorial seluas 0,3 juta km2 . Perairan Nasional
seluas 3,1 juta km2 , Luas Daratan sekitar 1,9 juta km2 , Luas Wilayah Nasional
5,0 juta km2 , luas ZEE (Exlusive
Economic Zone) sekitar 3,0 juta km2 , Panjang garis pantai lebih dari
81.000 km dan jumlah pulau lebih dari 18.000 pulau besar dan kecil yang
menyimpan kekayaan alam yang melimpah, 12.000 pulau diantaranya berpenghuni,
9.634 pulau belum bernama. Sekitar 60% penduduk Indonesia bermukim di wilayah
pesisir, sehingga pusat kegiatan perekonomian seperti: perdagangan, perikanan
tangkap, perikanan budidaya, pertambangan, transportasi laut, dan pariwisata bahari.
Wilayah-wilayah ini memiliki nilai-nilai penting dalam hal biologi dan ekonomi
yang secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia.
Dunia saat ini sedang
mengalami persoalan lingkungan hidup yang besar mencakup ledakan jumlah
penduduk, berkurangnya sumber daya alam (SDA), perubahan iklim global,
kepunahan tumbuhan dan hewan, kerusakan habitat, peningkatan polusi, dan
kemiskinan (Runa I.W., 2012). Selanjutnya, masalah kualitas lingkungan menjadi
masalah global saat ini (Vlek dan Steg, 2007), jelas bahwa penting untuk segera
mengimplementasikan prosedur-prosedur penilaian dampak ekologis yang dapat
diterima secara luas (internasional) untuk mengelola masalah-masalah tersebut.
Hal ini terutama disebabkan oleh fakta bahwa pencemaran tidak mengenal batas
negara, lokasi kehilangan sumberdaya hayati dan biodiversitas, memiliki dampak
kesehatan manusia yang meluas serta tidak mengenal perbedaan aspirasi politik
rakyat dan pemerintahan negara untuk pengendalian dan penanggulangannya.
Menurunnya kualitas air dan
berubahnya sifat-sifat fisika-kimia akibat pencemaran yang terjadi akan
membahayakan bagi kehidupan organisme perairan terutama makrozoobenthos, karena
sifat hidupnya yang relatif menetap di dasar perairan (Yusuf, 1994). Perubahan
terhadap struktur komunitas organisme perairan akibat pencemaran berdampak pula
terhadap stabilitas ekosistem dimana organisme perairan itu tinggal. Menurut
Hawkes dalam Yusuf (2011), komunitas benthos dipengaruhi oleh 14 faktor
fisika-kimia perairan, delapan diantaranya termasuk penentu kriteria kualitas
perairan yaitu kesadahan, pH, bahan beracun, oksigen terlarut, suhu, kekeruhan,
nutrien dan padatan tersuspensi.
Isu utama dalam konteks kerusakan
ekosistem saat ini meliputi: industrialisasi global, peningkatan populasi
manusia dan ancaman terselubung dari urbanisasi, yang kesemuanya menjadi sumber
utama pencemaran. Sulitnya melepaskan dampak perubahan jangka panjang dari
seluruh aktifitas manusia ini, membutuhkan dukungan dan kerjasama internasional
dalam hal pembiayaan dan transfer teknologi ramah lingkungan bagi negara-negara
berkembang dalam rangka mempromosikan industri berkelanjutan dengan
prinsip-prinsip mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang (reduce, reuse and recycle). Secara garis
besar makalah ini bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait dengan dampak
pencemaran dari N-Methyil-2-Pryrrolidone
terhadap ekosistem perairan dan terhadap pembangunan berkelanjutan.
Struktur kimia dari N-Methyl-2-pirolidone (NMP)
N-Methyl-2-pyrrolidone (NMP)
Zat ini adalah pelarut dengan daya
tinggi untuk pelarut kimia dan farmasi.dan dapat didaur ulang dengan distilasi
dan ekstraksi dengan air (Denes et al.. 1985,). NMP digunakan dalam berbagai
bidang dan dianggap sebagai pelarut yang aman (Strickley, 2004). N-Methyl-2-pirolidone
(NMP) (CAS No 872-50-4) adalah pelarut organik air. Zat ini merupakan cairan higroskopis
yang tidak berwarna dengan bau amina ringan. NMP digunakan dalam industri
petrokimia, dalam industri fabrikasi mikroelektronika, dan dalam pembuatan
berbagai senyawa, termasuk pigmen, kosmetik, obat-obatan, insektisida,
herbisida, dan fungisida (WHO, 2001). Peningkatan penggunaan NMP adalah sebagai
pengganti hidrokarbon diklorinasi (Torka, 2010). Lebih lanjut, NMP memiliki
stabilitas kimia dan thermal yang tinggi dan benar-benar dapat larut dengan air
pada semua temperatur. NMP dapat berfungsi sebagai pelarut tambahan dengan air,
alkohol, eter glikol, keton, dan aromatik / hidrokarbon diklorinasi. Zat ini
dihasilkan dari industri minyak bumi dan dapat didaur ulang dengan distilasi
dan ekstraksi dengan air (Jouyban et al., 2010).
N-Methyl-2-pirolidone adalah pelarut yang dapat
didegradasi (Jouyban et al., 2010) oleh karena itu, pertimbangan pencemaran lingkungan
yang lebih sedikit ketika digunakan (Chow, 1983). Hal ini digunakan dalam
berbagai bidang dan dianggap sebagai pelarut yang aman (Strickley, 2004). Dalam
penelitian terbaru, telah diisolasi dari bunga karang laut, yang menunjukkan
bahwa mungkin akan biosintesis (Radhika et al., 2007). N-Methyl-2-pirolidone (NMP) memiliki beberapa
sifat khas, seperti kemurnian sekitar 99.8%, air sekitar 400 ppm, berat jenis
(25°C/4°C) sekitar 1.027, Boiling Point
(760 TORR) sekitar 202°C, Flash Point
(SETA) sekitar 90°C, Color, APHA sekitar maksimum 40, Vapor Pressure (20°C) sekitar <0.3 mm Hg, Melting Point -25°C.
Mekanisme pelarutan pada
obat-obatan oleh NMP masih bersifat ambigu, terdapat berbagai teori yang sama,
termasuk fungsinya sebagai cosolvent
(Tarantino et al., 1994), zat pembentuk yang komplek (Uch et al., 1999), dan
surfaktan (Bachhav et al., 2006). Baru-baru ini, Sanghvi et al. meneliti
mekanisme pelarutan NMP dan menyimpulkan bahwa NMP bertindak sebagai co-solvent dan pengompleks agen secara
bersamaan (Sanghvi et al., 2008). Molekul NMP (Gambar 1) memiliki karbon
nonpolar, yang dapat melemahkan struktur berikatan hidrogen dari air, sehingga
memungkinkan untuk bertindak sebagai cosolvent.
Selain itu, kehadiran nonpolar planar yang besar dapat menyebabkan interaksi
hidrofobik antara NMP dan obat-obatan (Sanghvi et al., 2008).
NMP bisa memasuki lingkungan karena
emisi ke atmosfer, sebagai zat yang mudah menguap dan banyak digunakan sebagai
pelarut, atau dapat dilepaskan untuk air sebagai komponen air limbah dan
industri. Lebih lanjut, NMP juga telah dilaporkan sebagai senyawa yang beracun
dalam studi tikus (Saillenfait et al., 2003). Suatu kematian pada janin manusia
setelah kontak kulit langsung pada tingkat yang tidak diketahui dari NMP juga
ditemukan pada studi kasus (Solomon et al., 1996). Malley et al telah
menunjukkan bahwa NMP mungkin penyebab mutasi genetik pada tikus (Malley et al.,
2001). Studi yang dilakukan oleh Wanyi (2014) menggarisbawahi bahwa zat NPM
yang digunakan pada pestisida berpotensi menimbulkan efek toksik pada larva
lebah. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Shaver (1984) menunjukkan
bahwa zat NPM dapat berada pada lingkungan tanah liat selama 4 hari, 8 hari di
lempung, dan 12 hari di pasir.
Dampak Pencemaran Pada Biota
Kualitas suatu perairan
menjadi sangat penting karena berkaitan dengan biota yang hidup di dalamnya.
Wilayah pesisir umumnya merupakan daerah tangkapan ikan yang penting karena
memiliki kandungan unsur hara yang baik bagi kehidupan ikan. Unsur hara
tersebut biasanya terbawa arus sungai dan mengalir ke laut. Selain unsur hara
yang bermanfaat, bahan yang tidak bermanfaat atau bahkan merugikan seperti
logam berat juga akan terbawa ke laut apabila dibuang dan masuk ke perairan
sungai. Kondisi ini dapat mempengaruhi kualitas lingkungan perairan dan
mengganggu ekosistem pada wilayah tersebut. Perairan yang tercemar akan
mengakibatkan tercemarnya biota yang hidup di perairan tersebut dan menjadi
tidak aman bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Mencuatnya kasus cemaran logam
berat merkuri (Hg) dan arsen (As) di Teluk Buyat pada tahun 2004 telah membuka
perhatian publik pada potensi-potensi cemaran logam berat atau zat pencemar
lain.
Beberapa studi yang dilakukan
terhadap organisme kehidupan termasuk bakteri, manusia, tikus, dan anjing telah
dilakukan untuk mengetahui tingkat toksisitas dan dampak dari penggunaan NMP
(Malley et al., 2001). Lebih lanjut, NMP juga memiliki dampak yang serius
terhadap system pernafasan dibanding dengan jenis solven lainnya (Laurent et
al., 2007). Akan tetapi NMP tidak memiliki potensi karsinogenik pada tikus dan
salmonella (Jouyban et al., 2010). Akan tetapi, studi yang dilakukan oleh Maron
et al., (1981) menunjukkan bahwa tidak terdapat aktivitas mutagenik pada
bakteri Salmonella yang diakibatkan oleh NMP. Hasil penelitian belum
tervalidasi dilaporkan dalam IUCLID (1995) menunjukkan bahwa NMP memiliki
toksisitas akut rendah untuk ikan, krustasea, alga, dan bakteri (LC50 jangka
pendek atau EC50 nilai> 500 mg / liter). Tidak ada data toksisitas jangka
panjang NMP untuk organisme air telah diidentifikasi.
N-Methyl-2-pirolidone
merupakan
salah satu pelarut yang banyak diaplikasikan pada sektor pertanian sebagai
salah satu insektisida maupun herbisida. Di lingkungan perairan, pestisida juga
berpengaruh buruk terhadap populasi beberapa jenis organisme seperti ikan dan
udang. Terhadap organisme perairan, pestisida organoklor toksik terhadap
berbagai jenis spesies ikan, di mana dieldrin dan aldrin menunjukkan toksisitas
paling tinggi terhadap organisme perairan. Residu pestisida di lingkungan
merupakan akibat dari penggunaan atau aplikasi pestisida tertentu yang
ditujukan pada sasaran tertentu seperti pada tanaman dan tanah. Akan tetapi
dapat juga sebagai akibat pestisida yang terbawa (drift) oleh gerakan air
seperti sungai, air, tanah dan oleh gerakan angin/udara. Residu pestisida
adalah zat kimia yang terkandung dalam hasil pertanian, bahan pangan atau pakan
hewan baik sebagai akibat langsung maupun tak langsung dari penggunaan
pestisida.
Dampak Pencemaran Pada
Ekosistem Perairan
Pelestarian
kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap
pada kondisi alamiah. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan upaya
pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi air sehingga
kualitas air memenuhi baku mutu. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh
manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, keperluan industri, untuk
kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga
perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta
makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang
diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian.
Saat
ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius. Untuk memperoleh
air yang baik sesuai dengan standar tertentu, jadi barang yang mahal, karena
air sudah banyak tercemar oleh limbah-limbah dari berbagai hasil kegiatan
manusia. Sehingga secara kualitas, sumber daya air telah mengalami penurunan.
Demikian pula secara kuantitas, yang sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan
manusia yang terus meningkat.
Penggunaan
N-Methyl-2-pyrrolidone (NMP) dalam
industri farmasi dan industri petrokimia serta pertanian berpotensi menjadi
polutan yang mencemari ekosistem perairan. Studi yang dilakukan oleh Bursey
& Pellizzari (1982), menemukan kandungan NMP terdapat pada sampel limbah
industri di Amerika Serikat. Sementara itu, NMP juga ditemukan dalam air limbah
yang dihasilkan oleh industri petrokimia di Jepang (Matsui et al., 1988). Lebih
lanjut, Gordon & Gordon (1981) menggarisbawahi bahwa kandungan NMP juga
ditemukan dalam limbah yang dihasilkan dari pabrik tekstil. Studi yang
dilakukan oleh Lan et al., (2004)
menunjukkan bahwa NMP memiliki
toksisitas yang tinggi pada spesies Daphnia magna di lingkungan perairan.
Sementara itu, investigasi yang dilakukan pada tiga jenis air buangan (limbah
air domestic, air limbah dari pabrik oli dan air limbah dari reklamasi di
Jerman menunjukkan bahwa NMP dapat ditemukan pada air limbah domestik (Gulyas
et al., 1993). Penelitian pada guppy
air tawar (Poecilia reticulata) menunjukkan bahwa uji statik toksisitas
akut NMP ditetapkan nilai LC50 96 jam dengan konsentrasi sekitar 2670mg/liter
(Weisbrod & Seyring, 1980).
Dampak Pencemaran Pada
Pembangunan Berkelanjutan
\ Pembangunan berkelanjutan
merupakan sebuah konsep pembangunan berdimensi jangka panjang, masa kini dan
masa depan. Model pembangunan yang memiliki nafas dan roh yang peduli akan
ketersediaan hidup ummat manusia planet bumi, baik secara ekonomi, sosial, dan
ekologi (Iskandar, 2009). Pembangunan berkelanjutan, merupakan suatu
keniscayaan cetak biru (blue print)
dengan mainstream utama pemberlanjutan kehidupan biotik, abiotik dan
keterjagaan planet bumi.
Konsep pembangunan
berkelanjutan yang dicetuskan pada KTT Bumi, pada dasarnya bertujuan untuk
melindungi lingkungan hidup. Oleh karena itu, makna dari pembangunan
berkelanjutan adalah perlunya memerlukan upaya perlindungan terhadap lingkungan
hidup pada saat melaksanakan proses pembangunan, sehingga lingkungan tidak
terdegradasi dan akan tetap lestari hingga akhir jaman. Meskipun terjadi
kerusakan, kerusakan tersebut relative tidak terlalu berarti (Riani, 2012).
Akan tetapi, pada kenyataannya, lingkungan hidup tetap mengalami kerusakan yang
cukup serius (Riani, 2011). Kerusakan lingkungan ini merupakan akumulasi dari
beberapa faktor seperti populasi yang tidak terkendali, konsumsi yang berlebih
dan teknologi yang tidak ramah lingkungan (Harrison dan Pearce (2001). Secara
umum, penggunaan sumber daya air dalam pembangunan berkelanjutan selalu
ditinjau dari sudut pandang lingkungan. Oleh karena itu, sumber daya air
merujuk pada total perairan alami yang berpotensi digunakan oleh manusia baik
dalam bentuk cair, uap atau padat (Hua and Ping, 2016).
Pada dasarnya, tujuan utama
untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan sumber daya air untuk menjaga sumber
daya air, meningkatkan efisiensi dalam penggunaan air, pengendalian kualitas air,
undang-undang yang terkait dengan sumber air, pendidikan dan pelatihan,
penelitian dan pengembangan (Da Cunha, 1989). Namun, ada isu-isu tertentu dan
masalah yang menjadi faktor dalam keberhasilan pembangunan berkelanjutan sumber
daya air, seperti kelangkaan air, penggunaan air yang tidak efisien, polusi
air, banjir dan kekeringan, gangguan ekosistem perairan, penyakit yang
ditularkan melalui air, dan erosi dan sedimentasi ( Da Cunha, 1989).
Pembangunan sektor industri
menjadi prioritas utama dalam rencana pembangunan negara-negara sedang
berkembang. Hal ini terjadi karena sektor industri dianggap sebagai the
leading sektor yang mampu mendorong berkembangnya sektor-sektor yang lain,
seperti sektor jasa dan pertanian. (Arsyad, 2010). Kegiatan industri dan
pemanfaatan sumber daya alam yang terjadi secara terus menerus akan menimbulkan
eksternalitas negatif bagi lingkungan hidup berupa pencemaran dan kerusakan
lingkungan. eksternalitas terjadi apabila seseorang melakukan suatu kegiatan
yang menimbulkan dampak kepada orang lain, baik berupa manfaat maupun biaya
eksternal yang tidak memerlukan kewajiban untuk menerima atau membayarnya. Salah
satu bahan kimia yang sering digunakan dalam industrI pertanian dan farmasi
adalah N-methyl pyrrolidone, yang secara umum digunakan sebagai solven. Bahan
kimia ini digunakan untuk melarutkan, mendispersikan atau mengekstrak material
lain tanpa merubah struktur kimianya. NMP telah digunakan di berbagai bidang
aplikasi industri, termasuk elektronik, minyak, cat, tekstil, karet, kimia,
polimer, dan industri farmasi (BASF).
Industri farmasi pada umumnya
terbagi menjadi dua kategori yaitu proses produksi formula melalui proses
fermentasi, ekstraksi dan sintesis kimia. Selanjutnya proses formulasi produk
farmasi akhir. Industri farmasi dapat menghasilkan limbah cair yang bersumber
dari proses produksi, proses pencucian alat produksi, kegiatan atau dari
kegagalan proses. Limbah cair yang dihasilkan bersifat beracun, rekalsitran
serta mengandung senyawa organik dan organik terlarut (Okrem et al., 2008).
Oleh karena itu, limbah cair industri farmasi memiliki nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemichal Oxigen Demand) dan TSS (Total Suspended Solids) yang tinggi dan
dapat menimbulkan risiko bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Project et al.,
1997).
Selain industri farmasi,
sebagaimana yang disampaikan sebelumnya bahwa NMP juga dapat ditemukan pada
pestisida. Pestisida yang banyak digunakan biasanya merupakan bahan kimia
toksikan yang unik, karena dalam penggunaannya, pestisida ditambahkan atau
dimasukkan secara sengaja ke dalam lingkungan dengan tujuan untuk membunuh
beberapa bentuk kehidupan. Idealnya pestisida hanya bekerja secara spesifik
pada organisme sasaran yang dikehendaki saja dan tidak pada organisme lain yang
bukan sasaran. Tetapi kenyataanya, kebanyakan bahan kimia yang digunakan
sebagai pestisida tidak selektif dan malah merupakan toksikan umum pada
berbagai organisme, termasuk manusia dan organisme lain yang diperlukan oleh
lingkungan (Retno, 2006).
\ Mengingat tantangan yang
dihadapi oleh sektor sumber daya air dan sektor irigasi di abad ke-21 dan
reformasi sektor publik yang lebih memperhatikan aspirasi rakyat, Pemerintah
Indonesia telah memulai program reformasi bidang sumber daya air yang meliputi
aspek kebijakan, aspek kelembagaan, aspek legislatif dan peraturan, dan
kebijakan konservasi sumber daya air telah mendapat bagian yang substansial
dalam agenda reformasi.
Pada dasarnya pembangunan
industry diharapkan dapat memperbsesar nilai tambah dan sekaligus memperbaiki
struktur ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan upaya
pemerataan pembangunan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan ketahanan
nasional. Kegiatan industrialisasi yang memanfaatkan sumber daya alam mempunyai
banyak aspek yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia, dan oleh karena
itu tetap akan memperhatikan keseimbangan serta kelestarian lingkungan hidup.
Hal tersebut memberikan gambaran bahwa pembangunan industri haruslah merupakan
pembangunan yang berwawasan lingkungan, dengan memperhatikan aspek pencemaran
industry. Dengan demikian, maka pengelolaan pembangunan dan lingkungan alam
haruslah diimbangi dengan perlindungan dan konservasi berkelanjutan. Sains dan
teknologi sebagai salah satu perangkat program pembangunan haruslah bermakna
demokrasi yang mengutamakan kepentingan rakyat. Karena itu, setiap usaha untuk
mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan haruslah ditolak. Oleh sebab
itu, sejak dari tahap persiapan pembangunan sektor industri, usaha-usaha
pencegahan dan pengendalian pencemaran serta masalah lingkungan sudah harus
diperhatikan dengan seksama. Pada prinsipnya, berbagai langkah atau
kebijaksanaan harus diarahkan agar laju eksploitasi sumber daya alam tidak
melampaui batas ambang kemampuan biosfer untuk menyediakaannya. Prasyarat utama
untuk pembangunan berkelanjutan adalah integrasikannya perspektif
tekno-ekonomis pada setiap proses pengambilan keputusan dan perencanaan
pembangunan. Karena itu, keberhasilan pembangunan yang harus dibayar dengan
kerusakan lingkungan tidak dapat ditolerir dan harus dicegah serta dieleminasi
sedini mungkin. Suatu badan air tercemar, khususnya pada negara tropis, sangat
potensial sebagai sumber penyebaran penyakit. Dengan terbatasnya dana,
penanggulangan masalah limbah yang menimbulkan pencemaran lebih diutamakan dari
sisis kemanusiaan daripada sisi peningkatan kondisi dan mutu lingkungan itu
sendiri. Masalah teknologi pengendalian pencemaran merupakan tantangan bagi
bangsa kita untuk menghindari dampak negative dari kegiatan industry, peran,
dan kesadaran masyarakat maupun para pengusaha merupakan kunci keberhasilan
dalam menjalankan pembangunan berwawasan lingkungan. Dengan melibatkan berbagai
kalangan masyarakat yang terkoordinasi, diharapkan akan diperoleh hasil yang
optimal karena watak dan lingkungan Indonesia haruslah dikaji oleh orang
Indonesia sendiri. Sebagai salah satu penerapan Tri Darma Perguruan Tinggi,
maka institusi ini diharapkan lebih tanggap akan kebutuhan masyarakat. Masalah
pencemaran lingkungan adalah masalah masyarakat banyak sehingga solusi dalam
pengendalian pencemaran dapat dikaji mulai dari masukan sampai keluaran proses
produksi, pengolahan limbah dengan mewajibkan industry memiliki atau mengolah
limbahnya pada Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) sebelum membuangnya ke
badan air atau lingkungan. Peran ini dapat diterapkan dengan melibatkan
Perguruan Tinggi dalam masalah limbah ini dan melakukan kerjasama Perguruan
Tinggi, Industry dengan departemen terkait, Pemda Tingkat I dan II. Masalah
limbah sangat kompleks, oleh karena itu diperlukan kerjasama yang berkelanjutan
agar tercapai tujuannya yaitu pemilihan metoda yang sesuai dari segi teknis
maupun ekonomisnya.
Daftar Pustaka
Arsyad,
Lincolin. (2010). Ekonomi Pembangunan Edisi ke-5. UPP STIM YKPN.
Yogyakarta
Bachhav
YG, Date AA, Patravale VB., 2006, Exploring the potential of N-methyl
pyrrolidone as a cosurfactant in the microemulsion systems. Int J Pharm,
326:186-189.
Bursey JT, Pellizzari ED
(1982) Analysis of industrial wastewater for organic pollutants in consent
degree survey. Research Triangle Park, NC, Research Triangle Institute
[cited in HSDB, 1997].
Charles
Vlek and Linda Steg, 2007, Human Behavior and Environmental Sustainability:
Problems, Driving Forces, and Research Topics, Journal of Social Issues, Vol.
63, No. 1, pp. 1--19
Chow
ST, Ng TL. 1983, The biodegradation of Nmethyl-2-pyrrolidone in water by sewage
bacteria. Water Res, 17:117-118.
Da
Cunha, L.V. (1989). Sustainable Development of Water Resources. Integrated Approaches
to Water Pollution Problems. 19,
1.
Denes F, Miko F, Gardos G, Kovacs M.
1985, Investigation of an energy saving lubricating oil refining process, 2.
Recovery of N-methyl-2- pyrrolidone by extraction with water. Magy Kem Lapja,
40:211-214.
Gordon A, Gordon M (1981)
Analysis of volatile organic compounds in a textile finishing plant effluent. Transactions
of the Kentucky Academy of Science, 42:149–157 [cited in Ã…kesson, 1994;
HSDB, 1997].
Gulyas H, Reich M, Eickhoff
HP, Holst HJ, Sekoulov I (1993) Identifizierung organischerEinzelsubstanzen in
Ablaufen biologischer Klaranlagen. GWF, Gas-Wasserfach: Wasser/Abwasser,
134:486–491.
Harrison P., Pearce, F.,
2001, AAAS Atlas of Population and Environment, Berkeley and Los Angeles,
University of California Press, 204pp.
Hua A.K., and Ping O.W., (2016) Sustainable Development in Water Resources.
Case Study: A Review of Malacca River, International Academic Research
Journal of Social Science 2(1) Page 1-5
|
Iskandar J, (2009). Ekologi
Manusia Dan Pembangunan Berkelanjutan. Program Study Magister Ilmu Lingkungan
Universitas Pajajaran Bandung
IUCLID (1995) International
uniform chemical information database. Ispra, European Chemicals Bureau.
Jouyban
A., Fakhree M.A.A., and Shayanfar A., 2010, Review of Pharmaceutical
Applications of N-Methyl-2-Pyrrolidone, J Pharm Pharmaceut Sci
(www.cspsCanada.org) 13(4) 524 – 535.
Lan,
D.–H., C.–Y. Peng, and T.–S. Lin. 2004. Acute aquatic toxicity of N-Methyl-2- pyrrolidinone
to Daphnia magna. Bull. Environ. Contam. Toxicol.73; 392-397
Laurent A, Mottu F, Chapot R,
Zhang JQ, Jordan O, Rüfenacht DA, Doelker E, Merland JJ., 2007 Cardiovascular
effects of selected watermiscible solvents for pharmaceutical injections and
embolization materials: A comparative hemodynamic study using a sheep model.
PDA J Pharm Sci Technol, 61:64-74.
Malley LA, Kennedy GL,
Elliott GS, Slone TW, Mellert W, Deckhardt K, et al., 2001, Chronic toxicity
and oncogenicity of Nmethylpyrrolidone (NMP) in rats and mice by dietary
administration. Drug Chem Toxicol; 24:315–38.
Matsui S, Okawa Y, Ota R
(1988) Experience of 16 years of operation and maintenance of the Fukashiba
industrial wastewater treatment plant of the Kashima petrochemical complex —
II. Biodegradability of 37 organic substances and 28 process wastewaters. Water
science and technology, 20:201–210 [cited in HSDB, 1997].
Maron D, Katzenellenbogen J,
Ames BN (1981) Compatibility of organic solvents with the Salmonella/microsome
test. Mutation research, 88:343–350.
Okrem, Y.A., et al., (2008),
Anaerobic treatment of a chemical synthesis-based pharmaceutical wastewater in
a hybrid uplow anaerobic sludge blanket reactor. Bioresource Technology, 99
(5), pp. 1089-1096.
Prabowo R., Subantoro R., Kualitas Air dan Beban
Pencemaran Pestisida di Sungai Babon Kota Semarang, MEDIAGRO, VOL 8. NO. 1,
2012: HAL 9 – 17
Project S.N. et al., (1997)
Profile of the Pharmaceutical Manufacturing Industry.
Radhika
G, Venkatesan R, Kathiroli S., 2007, Nmethylpyrrolidone: Isolation and
characterization of the compound from the marine sponge Clathria frondifera
(class: Demospongiae). Indian J Mar Sci, 36:235-238.
Retno Adriyani, (2006), Usaha
Pengendalian Pencemaran Lingkungan
Akibat Penggunaan Pestisida Pertanian, JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.
3, NO. 1, JULI 2006 : 95-106
Riani,
E., 2011, Peran Perempuan dalam Upaya Pelestarian Lingkungan, Bimbingan Teknis
Program Pemberdayaan Perempuan bagi Organisasi Perempuan. Dirjen Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa. Kemendagri, 19 Oktober 2011.
Riani
E., 2012, Perubahan iklim dan Kehidupan
Biota Akuatik (Dampak pada bioakumulasi Bahan Berbahaya dan Beracun &
Reproduksi), IPB Press, Bogor.
Runa
I.W., 2012, Pembangunan Berkelanjutan Berdasarkan Konsep Tri Hita Karana Untuk
Kegiatan Ekowisata, JURNAL KAJIAN BALI Volume 02, Nomor 01.
Sanghvi
R, Narazaki R, Machatha SG, Yalkowsky SH., 2008, Solubility improvement of
drugs using N-methyl pyrrolidone. AAPS PharmSciTech, 9:366-376.
Saillenfait AM, Gallisso F,
Morel G., 2003, Developmental toxicity of N-methyl-2-pyrrolidone in rats
following inhalation exposure., Food Chem Toxicol;41:583–8.
Shaver TN., 1984, Fate of
ethephon and N-methyl-pyrrolidone in soil and cotton plants. Archives of
environmental contamination and toxicology, 13:335–340.
Solomon GM, Morse EP, Garbo
MJ, Milton DK., 1996, Stillbirth after occupational exposure to N-methyl-2-pyrrolidone.
J Occup Environ Med;38:705–13.
Strickley
RG., 2004, Solubilizing excipients in oral and injectable formulations. Pharm
Res, 21:201-230.
Tarantino R, Bishop E, Chen
FC, Iqbal K, Malick AW. , 1994, N-methyl-2-pyrrolidone as a cosolvent:
Relationship of cosolvent effect with solute polarity and the presence of
protondonating groups on model drug compounds. J Pharm Sci, 83:1213-1216.
Torka S. Poet, Chris R.
Kirman, Michael Bader, Christoph van Thriel, Michael L. Gargas, and Paul M.
Hinderliter, 2010, Quantitative Risk Analysis for N-Methyl Pyrrolidone Using
Physiologically Based Pharmacokinetic and Benchmark Dose Modeling,
TOXICOLOGICAL SCIENCES 113(2), 468–482, doi:10.1093/toxsci/kfp264
Uch
AS, Hesse U, Dressman JB., 1999, Use of 1- methyl-pyrrolidone as a solubilizing
agent for determining the uptake of poorly soluble drugs. Pharm Res,
16:968-971.
Wanyi Zhu, Daniel R. Schmehl,
Christopher A. Mullin, James L. Frazier, 2014, Four Common Pesticides, Their
Mixtures and a Formulation Solvent in the Hive Environment Have High Oral
Toxicity to Honey Bee Larvae, Volume 9; Issue 1; e77547, PLOS ONE,
www.plosone.org
Weisbrod D, Seyring B (1980)
Comparative studies on acute toxicity to warm-blooded animals and fish of
technical solvent Nmethylpyrrolidin-2-one and N-methyl-,-caprolactam.
In: Mueller KR, ed. Toxikologische und Analytische Probleme bei
Loesungsmittelexpositionen. Report from conference held in 1979. Leipzig,
Karl-Marx University.
World Health Organization
(WHO), N-methyl-2-pyrrolidone, 2001, Geneva
Yusuf,
Muh. 1994. Dampak Pencemaran Terhadap Kualitas Lingkungan Perairan dan Struktur
Komunitas Hewan Makrobenthos di Pulau Tirangcawang Semarang. Tesis S2, Program
Pascasarjana IPB Bogor.
Yusuf
Muh, 2011, Kajian Dampak Pencemaran Terhadap Kualitas Lingkungan Perairan dan
Struktur Komunitas Organisme Makrozoobenthos Di Muara Sungai Babon, Semarang,
Buletin Oseanografi Marina, Vol.1 27 - 35
Comments
Post a Comment