Studi yang dilakukan oleh Schein,
(1990) memberikan definisi dari budaya sebagai "(a) pola asumsi dasar, (b) didesain, ditemukan, atau dikembangkan
oleh kelompok tertentu, (c) belajar dalam mengatasi masalah dari adaptasi
eksternal dan integrasi internal, (d) telah bekerja cukup baik yang dianggap
valid dan, oleh karena itu (e) harus diajarkan kepada anggota baru sebagai suatu
cara (f) yang benar untuk melihat, berpikir, dan merasakan sehubungan dengan
masalah tersebut.”
Budaya organisasi adalah hal yang
sangat kompleks dan masih sering terjadi perdebatan mengenai definisi budaya
organisasi (Corley, 2004). Lebih lanjut, kultur organisasi merupakan suatu
konsep yang populer namun sulit dipahami (Silvester et al., 1999). Selain itu,
budaya organisasi - tingkat asumsi dan kepercayaan dasar yang lebih dalam yang
dimiliki oleh anggota organisasi, yang beroperasi secara tidak sadar dan
didefinisikan dengan cara yang "dianggap biasa" sebagai pandangan
organisasi dari dirinya sendiri dan lingkungannya (Schein, 2010). Pentingnya
budaya organisasi di proses pengambilan keputusan menjadi hal yang sangat
penting dan dapat sangat mempengaruhi pandangan pembuat keputusan.
Dalam sebuah konseptualisasi yang
rumit, Hofstede (1980), dengan mempertimbangkan sebuah organisasi dan
kinerjanya, menemukan budaya organisasi dapat terdiri empat elemen antara lain,
sikap, perilaku, kepercayaan dan nilai. Sementara itu, Sackmann (1992)
memandang budaya organisasi sebagai serangkaian ideologi bersama, kepercayaan,
asumsi dasar, nilai inti, dan pemahaman yang mapan. Dalam studi berikutnya,
para peneliti memberikan istilah dengan lebih luas, misalnya David et al.,
(2000), dalam definisi budaya organisasi, memberikan tambahan dua istilah
antara lain, praktik dan norma. Sedangkan studi yang dilakukan oleh Twati dan
Gammack, (2006) menggunakan istilah-istilah dalam definisi budaya organisasi
seperti pengembangan secara sosial, keputusan secara tradisional dan holistik.
Perkembangan budaya organisasi
akan bergantung pada berbagai faktor yang dapat bersifat internal, eksternal
atau keduanya. Faktor umum yang sering terjadi antara lain (i) - karakteristik
pribadi dan profesional orang dalam organisasi, (ii) etika organisasi, (iii)
sifat hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya, dan (iv) disain
struktur organisasinya. (George dan Jones, 2008). Lebih lanjut, terdapat aspek
lain dalam proses pengambilan keputusan strategis sebagai budaya organisasi
nasional. Penelitian yang dilakukan oleh Dimitratos dkk. (2011) melakukan
survei berskala besar terhadap 528 organisasi kecil dan menengah di Amerika
Serikat, Inggris, Yunani dan Siprus. Mereka menemukan bahwa karakteristik
budaya sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Berdasarkan teori terdapat dua
hal. Pertama, budaya organisasi mempengaruhi proses pengambilan keputusan
strategis. Kedua, pengaruh ini diberikan melalui pengambil keputusan, yang
memungkinkan budaya organisasi membentuk pemikiran dan keputusan mereka. Dalam
penelitian tersebut, pandangan budaya organisasi yang diusulkan oleh Hofstede
(1980) diikuti, karena penekanannya pada mempertimbangkan sebuah organisasi
dalam hal tujuan kerjanya dan organisasi. Pengaruh budaya lokal terhadap
organisasi juga mempengaruhi proses pengambilan keputusan (Dimitratos et al.,
2011). Proses manajemen berada di antara kekuatan bisnis global dan kekuatan
budaya dan politik lokal (Branine, 2011). Ketika pembuat keputusan mengetahui
lebih banyak tentang budaya organisasi dan budaya nasional (termasuk perilaku
dan praktik etis dan non-etika), keefektifan keputusan tersebut mungkin lebih
kuat dan mungkin memiliki dampak positif pada aktifitas yang dilakukan.
Comments
Post a Comment