Logam adalah material pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan sebagai alat-alat yang berkontribusi dalam sejarah peradaban manusia. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari air laut, erosi batuan tambang, vulkanisme, dan sebagainya. Logam dapat dibagi dalam tiga kategori (Sumardjo 2009):
- Logam ringan (seperti natrium, kalium, dan sebagainya) biasanya sebagai kation aktif didalam larutan encer.
- Logam transisi (seperti besi, tembaga, kobalt, dan mangan) diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi yang tinggi.
- Logam berat dan metaloid seperti raksa, timah hitam, selenium, dan arsen, umumnya tidak diperlukan dalam metabolisme dan sebagai racun bagi sel pada kondisi rendah.
Aktivitas manusia dapat menjadi sumber utama pemasukan logam ke dalam lingkungan perairan. Masuknya logam berasal dari buangan langsung dari berbagai jenis limbah yang beracun, gangguan pada cekungan-cekungan perairan, presipitasi dan jatuhan atmosfir. Bahaya dari logam berat tersebut dapat terakumulasi pada tubuh karena logam yang masuk tidak dapat di metabolism oleh tubuh sehingga akan terus terakumulasi, faktor lain yang dapat mempengaruhi penyerapan logam dalam tubuh adalah biomagnifikasi (Nybakken dan Bertness 2004). Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup. Tidak semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan pada mahluk hidup, besi merupakan logam yang dibutuhkan dalam pembentukan pigmen darah dan zink merupakan kofaktor untuk aktifitas enzim. Pada kondisi lingkungan perairan normal, kation-kation logam relatif aman, karena kation tersebut akan berikatan dengan senyawa lain dan selanjutnya akan membentuk senyawa kompleks yang kurang bioavailable (Riani 2012). Namun demikian apabila didalam perairan terdapat faktor pemicu seperti berubahnya pH air, berubahnya potensial redoks, terjadinya biodegradasi pada bahan organik, maupun adanya berbagai faktor lingkungan yang dapat berpengaruh pada terjadinya faktor-faktor tersebut, akan menyebabkan ion-ion logam yang stabil akan dilepaskan kembali kedalam kolom air, sehingga logam tersebut akan menjadi toksik bagi biota air (Riani 2012). Sedangkan biovailable sendiri merupakan konsentrasi suatu bahan kimia yang dapat diserap dan selanjutnya terakumulasi pada mahluk hidup. Menurut Meyer (2002) bioavailable sering kali digunakan untuk menggambarkan logam yang terikat pada sedimen dan selanjutnya tersedia untuk dapat terakumulasi pada tubuh mahluk hidup. Adapun yang dimaksud sifat toksik adalah sifat suatu bahan kimia yang dapat memunculkan dampak biologi yang merugikan atau akan memunculkan dampak negatif pada mahluk hidup (Riani 2012). Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal dari dua sumber (Fortsher et al. 1993). Pertama dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan kegiatan geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang membusuk. Kedua dari hasil aktivitas manusia terutama hasil limbah industri. Pada neraca global sumber yang berasal dari alam sangat sedikit dibandingkan pembuangan limbah akhir di laut. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Termasuk logam esensial adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Berdasarkan berat jenisnya bahan pencemar ada yang menempati permukaan air, ada yang terdapat di kolom air, dan ada juga yang terdapat didasar perairan. Namun demikian, dengan adanya reaksi fisika, kimia, dan kegiatan biologi, apabila B3 tersebut tidak terserap (absorpsi) atau tidak terjerap (adsorpsi), B3 akan bereaksi dengan bahan lain yang terdapat dalam perairan, terutama bahan organik (Riani, 2012). Menurut Riani (2012) Fenomena biokonsentrasi, bioakumulasi bergantung pada:
- Sifat dan jenis B3
- Kondisi lingkungan
- Kondisi biologis dari individu organism tersebut
Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain:
- Salinitas
- Suhu
- Konsentrasi bahan organik
- Kesadahan
- pH, dan lain-lain.
Reaktif logam dalam badan perairan juga akan dikendalikan oleh adanya reaksi redoks (reaksi reduksi dan reaksi oksidasi) dalam badan air. Melalui reaksi redoks ini semua spesi logam dan proses-proses yang berkenaan dengan itu dapat dijaga kestabilannya. Termasuk juga berbagai bentuk persenyawaan dan kompleksi logam dengan senyawa lain dari kondisi alaminya. Perairan yang mempunyai reaksi redoks biasanya mempunyai sifat yang sangat kompleks terhadap tingkah laku logam di badan perairan (Palar 2008). Selain itu, berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Misalnya, logam air raksa (Hg), kadmium (Cd), timah (Pb), dan chron (Cr). Namun demikian, meski semua logam berat dapat menyebabkan keracunan atas mahluk hidup, sebagian dari logam-logam berat tersebut tetap dibutuhkan oleh mahluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang sedikit. Apabila kebutuhan yang sangat kecil tersebut tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup bagi semua mahluk hidup. Karena tingkat kebutuhan sangat dipentingkan maka logam-logam tersebut juga dinamakan sebagai logam-logam atau mineral-mineral esensial tubuh. Bila jumlah dari logam-logam esensial ini masuk kedalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan, maka akan menjadi zat racun dalam tubuh (Palar 2008). Logam berat dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit pernapasan dan pencernaan (Setyawan 2011).
Sumber pustaka:
Forstner U, Ahlf W, Calmano W. 1993. Sediment quality objectives and criteria development in Germany. Environmental Engineering University of Technology of Hamburg. Hamburg: Wat. Sci. Tech. 28 No 8-9: 307-316.
Meyer JS. 2002. The Utility of The Terms “Bioavailability” and “Bioavailable Fraction” for Metals. Marine Experimental Research. 53:417-423.
Nybakken JW, Bertness MD. 2004. Marine Biology An Ecological Approach 6thed. New York (US): Brown University.
Sanusi HS, Kaswadji RF, Nurjaya IW, Rafni R. 2005. Kajian kapasitas asimilasi beban pencemaran organik dan anorganik di perairan Teluk Jobokuto Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesi. Jilid 12(1):9-16.
Palar H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Riani E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik (Dampak Pada Bioakumulasi Bahan Berbahaya dan Beracun & Reproduksi). Bogor (ID): IPB Press.
Setyawan P. 2011. Jenis Logam Berat Berbahaya Dalam Perairan. Yogyakarta (ID): Akademi Perikanan Yogyakarta.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID) : Buku Kedokteran EGC.
Comments
Post a Comment