Hampir
pada semua wilayah di Indonesia memiliki model pengelolaan sampah yang hampir sama. Model yang digunakan secara sederhana dan tak mengeluarkan dana cukup
banyak. Secara umum, di Indonesia menerapkan dua macam model yaitu
urugan dan tumpukan. Model urugan (open landfill) adalah cara sangat
sederhana karena sampah hanya dibuang pada suatu cekungan atau lembah tanpa
memberi perlakuan lebih lanjut. Model ini biasanya diterapkan di kota yang
memiliki volume sampah tidak terlalu besar.
Model
kedua yang biasa diterapkan di Indonesia yaitu model tumpukan (controlled
landfill atau sanitary landfill). Pada model ini perlu ada kelengkapan lain
seperti unit saluran air buangan, pembakaran ekses gas metan (flare), pengolahan
air buangan (leachate), dan biasanya terdapat pula perlakuan menutup
sampah dengan tanah (soil cover). Jika kelengkapan tersebut sudah
tersedia, maka model telah memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan. Namun,
mayoritas daerah di Indonesia belum menyediakan kelengkapan tersebut karena
tergantung pada kondisi keuangan pemerintah daerah serta kepedulian pihak setempat akan
pengelolaan sampah. Adapun aplikasi model pengelolaan sampah kota pada beberapa
daerah di Indonesia yaitu:
- Surabaya (TPA Sukolilo) menerapkan model urugan. Masyarakat
sering melakukan protes akibat polusi bau. Pihak TPA mengatasi masalah tersebut
dengan mendatangkan 1 unit pembakar (incinerator) dari Inggris. Namun,
kadar air dalam sampah sangat tinggi (>80%) sehingga penggunaan alat tersebut
tidak efektif karena menyebabkan biaya pembakaran melonjak serta adanya polusi
lain berupa asap dan debu.
- Solo (TPA Mojosongo) mengolah sampah dengan metode cukup
menarik serta bermanfaat secara sosial dan ekonomi. Meskipun pengolahan sampah
dilakukan dengan cara tumpukan seperti di daerah lainnya, TPA ini memproduksi
kompos yang kemudian dibagikan secara gratis kepada masyarakat setempat. Sistem
ini mendorong pertanian organik di wilayah sekitarnya. Warga yang awalnya
berprofesi sebagai pemulung kini memiliki peternakan sapi. Sapi tersebut
dilepas secara liar pada areal TPA untuk mencari makan. Pihak WHO sempat
meneliti kandungan susu sapi dan hasilnya aman untuk dikonsumsi.
- Bogor (TPA Galuga) melakukan pengelolaan sampah dengan
model tumpukan. Tingginya curah hujan menyebabkan sampah perlu waktu lama untuk
membusuk. TPA ini telah memiliki pabrik pupuk organik yang dikelola oleh warga
setempat yang bergabung dalam Paguyuban Tumaritis. Pabrik tersebut khusus
mengelola sampah dari beberapa lokasi pasar di Kabupaten Bogor.
Mayoritas
negara kawasan Asia Tenggara memang masih kesulitan dalam menyediakan dan
mengelola TPA. Namun, pemerintah setempat mulai tegas terhadap warga agar
peduli akan kebersihan lingkungan. Seluruh pusat perbelanjaan seperti mall di
Filipina sudah melarang penggunaan plastik sebagai pembungkus barang belanjaan.
Tempat sampah telah disediakan pada tempat yang strategis serta dipisahkan
sesuai jenis sampah. Truk sampah bekerja pada malam hari agar polusi bau tidak
mengganggu aktivitas.
Pengelolaan
sampah di luar negeri telah cukup maju. Umumnya, mayoritas negara di Eropa
telah melakukan pengelolaan sampah yang baik mulai dari sektor rumah tangga
hingga lokasi pembuangan akhir. Sampah di TPA tersebut dijadikan pupuk organik
lalu dijual kepada perusahaan pertanian maupun perkebunan yang telah memiliki
kontrak dengan pihak TPA.
Comments
Post a Comment